Fokus pada Keseimbangan Harga Petani dan Konsumen yang Wajar, Badan Pangan Nasional Terus Dukung Peningkatan Produksi Gula Nasional

Dalam upaya membantu menjaga kestabilan ekosistem gula dalam negeri, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) telah menetapkan harga acuan pembelian (HAP) di tingkat produsen dan Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen untuk gula konsumsi. Kebijakan HAP tersebut turut menciptakan keseimbangan harga di tiap lini rantai pasok.

Melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, HAP di produsen sebesar Rp 14.500 per kilogram (kg) diyakini telah menjadi basis harga yang wajar dan memberi kepastian harga bagi petani tebu domestik. Sementara HAP di konsumen dalam rentang Rp 17.500-18.500 per kg sesuai wilayah menjadi acuan kewajaran pedagang melepas stok di pasar.

“Melalui kebijakan HAP yang berdasarkan perhitungan yang mempertimbangkan masukan pihak-pihak yang relevan, Badan Pangan Nasional turut membantu dalam penguatan ekosistem pergulaan nasional. Penetapan kebijakan HAP bagi produsen di Rp 14.500 per kilo, itu menurut saya merupakan salah satu cara mensejahterakan petani kita. Tatkala petani terus bersemangat, tentunya produksi dalam negeri akan menanjak. Lalu HAP di konsumen sendiri memberi kewajaran harga bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsi,” kata Arief.

Atas kiprah tersebut, NFA menerima penghargaan bergengsi sebagai “Lembaga dengan Peran Terdepan dalam Peningkatan Produksi Gula Nasional”. Apresiasi ini diberikan dalam ajang National Sugar Summit (NSS) 2024 yang digelar di Malang, Jawa Timur, pada Kamis (5/12/2024) dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari sektor pangan, pemerintah, dan industri gula nasional. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengatakan diberikannya penghargaan kepada NFA karena lembaga ini dinilai berperan dan berkontribusi nyata terhadap peningkatan produksi gula nasional. Hal itu dibuktikan melalui penetapan kebijakan harga yang menjadi kewenangan NFA. 

“Peningkatan produksi ini didorong oleh kebijakan harga yang dikeluarkan oleh Badan Pangan Nasional. Untuk itu, masyarakat industri gula nasional memberikan penghargaan kepada Badan Pangan Nasional karena dinilai menunjukkan kontribusi nyata terhadap peningkatan produksi nasional selama ini,” ujar Budi. 

Berdasarkan hasil evaluasi akhir giling tahun 2024, luas areal mengalami peningkatan sebesar 3,26 persen. Produksi tebu meningkat sebesar 5,96 persen, sementara produksi gula meningkat sebesar 8,09 persen, dan rendemen meningkat sebesar 1,52 persen dibandingkan pada tahun 2023.  

Berkaitan dengan penghargaan itu, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengungkapkan terima kasihnya dan berkomitmen untuk terus membantu perwujudan Asta Cita terkait ketahanan pangan. “Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung upaya Badan Pangan Nasional dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor gula. Penghargaan ini menjadi motivasi bagi kami untuk terus meningkatkan peran kami dalam memperkuat produksi pangan strategis nasional,” ungkap Arief. 

“Tentu ini merupakan pengejawantahan atas Asta Cita Bapak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran yang mengusung visi besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan pokok rakyat yang mampu dipenuhi dari bangsa sendiri dengan harga terjangkau. Dengan begitu, kalangan petani dapat turut tersejahterakan dan masyarakat pun bisa terpenuhi kebutuhan konsumsinya. Ini adalah upaya menciptakan keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan sektor pangan menuju Indonesia Emas 2045,” sambungnya.

Adapun sejak NFA dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2021, NFA terus melakukan berbagai langkah konkret untuk mendorong sinergi stakeholder dalam stabilisasi harga gula, baik di tingkat produsen maupun konsumen.

NFA telah menetapkan HAP gula konsumsi di tingkat produsen dan konsumen sebelum musim giling tebu dimulai pada tahun 2024 ini. Melalui konkretisasi HAP tersebut turut mempengaruhi perubahan positif indeks Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR). Apalagi produksi gula dalam negeri sebagian besar masih bersumber dari perkebunan rakyat.

Sampai November 2024, menyadur data Badan Pusat Statistik (BPS), NTPR berada di titik kulminasinya di angka 160,99. Indeks tersebut menjadi angka tertinggi NTPR dalam 2 tahun belakangan ini. Kendati begitu, rerata harga gula konsumsi di tingkat konsumen cukup stabil. Menurut panel harga pangan pada 5 Desember, rerata harga gula konsumsi di tingkat konsumen berada di angka Rp 17.960 per kg. 

NFA juga aktif mengadvokasi kebijakan yang mendukung penguatan sektor gula, termasuk stabilisasi harga, perlindungan petani tebu, dan pengurangan ketergantungan terhadap impor gula. “Kami percaya bahwa dengan sinergi yang baik antara pemerintah, petani, dan pelaku industri, Indonesia dapat mencapai swasembada gula yang berkelanjutan. Langkah ini adalah wujud nyata dari visi kami untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh,” tutup Arief. 

Lebih lanjut tentang National Sugar Summit (NSS) 2024 yang digelar di Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, Jawa Timur pada 4-5 Desember 2024 ini merupakan ajang diskusi dan bertukar gagasan di antara pelaku industri gula Indonesia. Melalui penerapan optimalisasi teknologi dan kemitraan, industri gula nasional diharapkan dapat mencapai swasembada gula dan mampu bersaing di kawasan ASEAN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *