Situasi Perberasan 2020 Dinilai Kurang Menggembirakan

  • Corporate

JAKARTA, KOMPAS — Situasi perberasan nasional pada tahun 2020 dinilai kurang menggembirakan meski cuaca semestinya menopang produksi sektor pertanian. Namun, Indonesia dinilai jauh dari potensi krisis pangan di tengah pandemi Covid-19.

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, menyebutkan, produksi padi pada semester I-2020 turun 1,5 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama (Januari-Juni) tahun 2019. Sampai akhir 2020, total produksi padi diperkirakan 1 juta ton lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2019.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi padi Indonesia mencapai 32,46 juta ton pada semester I-2019 atau hampir 60 persen dari total produksi tahun lalu yang mencapai 54,6 juta ton gabah. Produksi padi tahun lalu 7,76 persen lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2018 yang tercatat 59,2 juta ton.

”Total stok (beras) pada Juni 2020, setelah dikurangi konsumsi, hanya 6,77 juta ton atau 2,5 juta ton lebih rendah dibandingkan (periode yang sama) tahun sebelumnya,” ujarnya dalam web seminar yang digelar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Kamis (17/9/2020).

Ada pergeseran jadwal tanam karena faktor ketersediaan air pada musim tanam rendeng 2019/2020. Dampaknya, puncak panen mundur rata-rata satu bulan, yakni dari Februari-Maret menjadi April-Mei. Situasi itu tergambar dari data pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian pada triwulan II-2020.

Terkait dengan situasi itu, pemerintah dinilai perlu memastikan stok beras aman, khususnya untuk menghadapi situasi akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Caranya dengan mengalkulasi stok dan kebutuhan lebih detail dan segera memutuskan langkah.

Menurut anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mindo Sianipar, stok pangan langsung, khususnya beras, relatif aman meski ada pergeseran jadwal tanam tahun ini. Namun, pemerintah melalui Perum Bulog mesti bersiap, termasuk membuka kemungkinan impor untuk mengamankan stok lebih awal. ”Setidaknya, ketika keadaan tidak bagus, kita sudah siap,” ujarnya.

Fakta lain yang bisa dijadikan indikator untuk mendiagnosis perberasan adalah situasi harga gabah dan beras di pasaran. Menurut survei AB2TI di 46 kabupaten sentra padi, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani cenderung naik sejak Mei 2020, yakni dari Rp 4.325 per kg menjadi Rp 4.600 per kg pada Agustus 2020. Situasi itu menandakan panen dan pasokan beras ke pasar yang cenderung berkurang empat bulan terakhir.

Pasokan beras ke pasar juga berkurang sebagaimana terjadi di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta. Rata-rata stok beras di pasar grosir itu sejak Maret 2020, menurut laman Food Station Tjipinang Jaya, tercatat lebih rendah dibandingkan dngan bulan yang sama tahun 2018 dan tahun 2019. Pada 16 September 2020, misalnya, stok tercatat 30,15 ton atau lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata bulan yang sama tahun 2019 yang 52,52 ton atau tahun 2018 yang tercatat 45,21 ton.

Menurut Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi, stok beras memang cenderung turun, sebagaimana harga gabah di petani yang cenderung naik. Namun, harga beras cenderung turun. Artinya, meski pasokan beras ke pasar berkurang, stok beras yang mengalir ke masyarakat bertambah.

”Stok beras berpindah dari pasar induk dan gudang pedagang ke masyarakat, antara lain melalui bantuan sosial yang digulirkan pemerintah. Jadi, meski stok di pasar turun, harga di pasar juga rendah, artinya stok ada di masyarakat,” kata Arief.

Krisis pangan

Situasi pangan dunia dan Indonesia relatif aman di tengah pandemi Covid-19 kali ini. Menurut Dwi Andreas, produksi serealia dunia bahkan mencapai 3 miliar ton tahun 2019, tertinggi sepanjang sejarah. Selain itu, tidak ada gangguan yang berarti terhadap perdagangan global.

”Jangan terlalu khawatir dengan perdagangan dunia sebab setiap negara produsen yang kelebihan stok akan mengeluarkan stok, tidak mungkin mereka menahannya,” kata Dwi Andreas.

Dwi Andreas meyakini, krisis pangan dunia tahun 2020 sebagaimana terjadi tahun 2007-2008 dan tahun 2011 tidak akan terjadi. Kiris pangan mensyaratkan penurunan produksi pangan dan harga pangan dunia secara tajam. Namun, situasi itu tidak terpenuhi kali ini.

Di sisi lain, indeks ketahanan pangan Indonesia terus meningkat dari urutan ke-75 dari 113 negara tahun 2015 menjadi urutan ke-62 pada 2019. Indeks ketahanan pangan Indonesia membaik meski ditopang oleh peningkatan impor pangan.

https://bebas.kompas.id/baca/ekonomi/2020/09/17/perberasan-2020-kurang-menggembirakan/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *