Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan, NFA gandeng BMKG Integrasikan Data Pangan, Iklim, dan Cuaca

JAKARTA – Baru-baru ini Presiden RI Joko Widodo memperingatkan bahwa saat ini perubahan iklim dan dampaknya bergerak semakin memburuk. Bahkan, tahun 2021 menjadi tahun dengan suhu terpanas dalam 7 tahun terakhir. Dampak perubahan iklim pun sangat luas dan multisektoral, salah satunya berefek pada bencana alam dan ketahanan pangan.

Merespon kondisi tersebut Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) bergerak cepat menggandeng Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui sejumlah program kolaborasi guna memitigasi dampak perubahan iklim terhadap stabilitas dan ketersediaan pangan nasional. Hal tersebut disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi pada Rakornas BMKG 2022, Selasa, (09/08/2022), di Kantor BMKG, Jakarta.

Arief mengatakan pihaknya telah menyiapkan program sinergi NFA dengan BMKG untuk meminimalisir dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional, di antaranya penyediaan data prakiraan cuaca, curah hujan, risiko bencana, dan data dukung lainnya yang diintegrasikan ke dalam website NFA. Data berbasis web ini diharapkan dapat memudahkan akses para stakeholder pangan untuk mengetahui kondisi cuaca, curah hujan, dan risiko bencana yang berpengaruh pada aktivitas budidaya, produksi, dan distribusi pangan.

Selain itu, Arief juga tengah menyiapkan pembuatan Early Warning System Ketahanan Pangan yang berbasis data prakiraan iklim BMKG. “Di mana data prakiraan Iklim BMKG dapat mengukur curah hujan di seluruh wilayah Indonesia sehingga akan sangat membantu kita mengarahkan aktivitas budidaya dan melakukan mobilisasi stok pangan untuk mencegah kerawanan pangan di suatu daerah,” ungkapnya.

Arief menjelaskan, NFA dan BMKG telah sepakat untuk melakukan integrasi data peta pangan dengan peta klimatologi dan cuaca yang dimiliki BMKG. “Terintegrasinya data pangan dan cuaca akan memperkuat ekosistem pangan kita. Dengan dukungan data iklim dan cuaca di seluruh wilayah secara real time aktivitas pertanian dapat berjalan lebih efektif serta meminimalisir kerugian usaha yang dijalankan para petani, peternak, dan nelayan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arief menambahkan, di samping penguatan dan integrasi data, inovasi dalam aspek operasional juga menjadi hal yang harus dilakukan, salah satunya melalui penerapan smart farming untuk mendorong peningkatan produksi.

Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, saat ini fenomena iklim semakin sulit diprediksi, sehingga peran teknologi dan data analisis menjadi sangat krusial. Mengintegrasikan data iklim dan cuaca dengan data pangan secara presisi dapat membantu para petani mengatur masa tanam sehingga diharapkan memicu produktivitas. Langkah selanjutnya adalah menerjemahkan hasil data teknis tersebut ke dalam bahasa yang mudah diterima publik khususnya para petani dan nelayan. Terkait hal tersebut, BMKG siap mengedukasi petani dan nelayan ager lebih memahami fenomena cuaca.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *