JAKARTA- Sebagai lembaga yang berperan dalam mewujudkan stabilisasi dan ketersediaan pangan di Indonesia, Badan Pangan Nasional/NFA (National Food Agency) siap mendukung stabilisasi dan ketersediaan pangan di provinsi Aceh. Hal tersebut disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat menerima kunjungan PJ Gubernur Aceh Achmad Marzuki, Rabu, 27 Juli 2022, di Kantor NFA, Jakarta.
Arief mengatakan, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah memastikan terintegrasinya proses rantai pasok pangan dari hulu hingga hilir. Untuk aktivitas produksi, rata-rata daerah memiliki angka produktivitas pangan yang baik. Namun, tidak memiliki offtaker atau badan usaha yang bertugas untuk menyerap hasil panen, melakukan processing, dan memasarkannya kepada masyarakat.
“Sehingga hasil panen kerap diserap oleh wilayah lain, kemudian dikembalikan dalam produk jadi ke daerah asal. Hal tersebut yang menimbulkan inflasi,” ujarnya.
Arief mengatakan, selama ini komoditas pangan Aceh lebih banyak terserap ke daerah lain, sehingga pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di bidang pangan perlu di dorong. BUMD tersebut yang akan bantu penyerapan komoditas pangan daerah lalu menjualnya kembali kemasyarakat di wilayah sendiri sebagai captive market. Pola tersebut juga akan mendukung keberlangsungan usaha dan menstimulus tumbuhnya ekosisitem pangan.
Upaya lainnya, menurut Arief, dengan mengoptimalkan potensi sumber pangan lokal yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan kampanye penganekaragaman pangan melalui pangan lokal yang saat ini dilakukan NFA.
“Perlu terus kita suarakan bahwa banyak sumber karbohidrat lain yang sesuai dengan kearifan lokal seperti jagung, ubi, sorghum, sukun, jagu, dan aneka umbi-umbian. Masyarakat bisa menanamnya secara mandiri di pekarangan rumah,” tambahnya.
Arief menegaskan, NFA komitmen mendukung stabilitas dan ketersediaan pangan di Aceh melalui sejumlah langkah konkrit. NFA dilengkapi struktur organisasi yang didisain untuk mengatasi masalah stabilitas dan ketersediaan pangan. Selain itu, juga tersedia anggaran serta sarana/prasarana pendukung yang bisa dikerjasamakan dengan pemerintah Aceh.
“Sesuai dengan apa yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo, bahwa 3 hal yang perlu mendapat perhatian khusus di tengah gejolak krisis saat ini adalah pangan, energi, dan keuangan. Di sektor pangan kami siap membantu dan mendukung 100% sesuai dengan arahan presiden serta tupoksi yang telah ditetapkan,” ungkapnya.
Sementara itu, Achmad Marzuki mengatakan, kunjungan ke NFA bertujuan untuk memperkuat koordinasi antara Pemerintah Provinsi Aceh dengan NFA dalam rangka memvalidasi kondisi pangan di wilayah Aceh. Diharapkan terjadi keselarasan antara harapan di daerah dengan program yang dicanangkan pemerintah pusat.
Saat ini, Provinsi Aceh menghadapi bermacam tantangan di sektor pangan. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Aceh Cut Huzaimah mengatakan, pertanian di sana sangat membutuhkan revitalisasi Rice Milling Unit (RMU) agar dapat meningkatkan produksi beras premium. Rata-rata RMU memproduksi beras medium. Saat ini terdapat 1.336 unit RMU di Provinsi Aceh, namun skalanya masih kecil.
Beberapa komoditas strategis lainnya seperti cabai dan bawang memiliki produktivitas yang baik, namun terkendala pendeknya daya tahan penyimpanan akibat minimnya fasilitas cold storage.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi Aceh Aceh Zalsufran, turut menyampaikan tantangan yang dihadapi untuk menjaga stabilitas dan ketersediaan telur ayam. Menurutnya, kebutuhan telur di Aceh sebanyak 1,2 juta butir, baru dapat terpenuhi oleh produksi lokal sebanyak 62 ribu butir. Selebihnya, kekurangannya dipasok dari Medan.
Ia mengatakan, masyarakat di Aceh jauh dari sumber produksi telur dan pakan. Tugas kita bagaimana mendekatkan sumber produksi kepada masyarakat. Diharapkan NFA dapat mendorong kolaborasi antar pelaku usaha baik BUMN, BUMD, dan swasta untuk membangun sentra-sentra produksi pakan dan telur di Aceh.
Dalam pertemuan tersebut juga turut hadir Anggota Komisi VI DPR RI Salim Fahri dan Ketua DPR Aceh Saiful Bahri.