JAKARTA – Secara global, sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya. Berdasarkan data The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia merupakan penyumbang sampah makanan terbesar kedua di dunia.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, usai Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Sarinah Bebas Food Waste, Senin (15/8), di Sarinah Building, Jakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara Indonesia Ritel Summit 2022 yang digelar Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) dalam rangka hari Ritel Modern Indonesia (Harmoni).
Arief mengatakan, menurut kajian Bappenas, Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia pada tahun 2000-2019 berkisar 23-48 juta ton/tahun, setara dengan 115–184 kg/kapita/tahun. Hal tersebut berdampak pada kerugian ekonomi sebesar Rp213-551 Triliun per tahun. Potensi FLW tersebut apabila dikelola dengan baik dapat disalurkan untuk memberi makan 61-125 juta orang atau 29-47% populasi Indonesia.
Besarnya potensi FLW tersebut menjadi perhatian serius NFA. Arief secara tegas mengatakan, permasalahan ini merupakan bagian dari tanggung jawab NFA, namun tentunya perlu sinergi dan kontribusi seluruh stakeholder pangan nasional untuk menekan angka FLW di Indonesia. Untuk itu, pihaknya menyambut baik terlaksananya penandatanganan MoU antara NFA, Sarinah, Hippindo, dan Yayasan Surplus, yang akan menginisiasi gerakan “Sarinah Bebas Food Waste”.
“Sinergi ini merupakan langkah yang baik dalam memerangi food loss and waste yang masih sangat tinggi. Diharapkan semua pihak dapat segera mengeksekusi berbagai program yang telah disusun, agar segera memberikan hasil konkrit,” ujarnya.
Arief menambahkan, aksi mengurangi FLW merupakan hal yang mendesak. Pasalnya pemborosan makanan memiliki keterkaitan erat dengan kerawanan pangan dan gizi. Berdasarkan data kerawanan pangan dan gizi NFA, tercatat ada sekitar 74 kabupaten/kota masuk kategori wilayah rentan rawan pangan. Jumlah tersebut berarti 14% dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
“Penyebab utama kerentanan pangan adalah neraca pangan wilayah yang defisit dan tingginya presentase penduduk miskin di wilayah tersebut,” ujarnya.
Hal ini, tambahnya, sejalan dengan arahan Presiden RI bahwa pemerintah harus bersiap menghadapi krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan yang melanda dunia internasional saat ini. “Bapak Presiden sangat concern terkait pangan, pekan lalu beliau menyampaikan bahwa lebih dari 300 juta orang di negara lain terancam kekurangan pangan akut dan kelaparan, diperkirakan kalau tidak ada solusi bisa menjadi 800 juta orang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk mengurangi pemborosan pangan from farm to table,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati mengatakan, sangat antusias melakukan kolaborasi ini dalam rangka menjadikan Sarinah sebagai mall pertama di Indonesia yang bebas food waste. Diharapkan program ini dapat diikuti mall lainnya di Indonesia untuk mulai konsen mengurangi food waste, sehingga dapat mengurangi kerugian ekonomi serta berkontribusi bagi ketahanan pangan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Hippindo Budiharjo Iduansjah mengatakan, pelaku usaha siap mendukung sinergi NFA, Sarinah, dan Hippindo dalam mengurangi food waste. Ia berterima kasih atas inisiasi “Gerakan Sarinah Bebas Food Waste”, mengingat ini menjadi momentum yang penting dalam menyukseskan program strategis pemerintah menjaga ketahanan pangan nasional.
Sebagai informasi, saat ini FLW telah menjadi perhatian serius negara-negara di dunia. Hal tersebut sesuai komitmen yang dituangkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-12 poin ke-3, yaitu negara-negara di dunia diharapkan dapat mengurangi 50% food waste per kapita di tingkat retail dan konsumen pada tahun 2030.