Fortifikasi pangan menjadi salah satu strategi penting dalam upaya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Program fortifikasi ini sejalan dengan program Program Pola Konsumsi B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) yang digalakkan oleh Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA). Melalui penambahan vitamin dan mineral pada bahan pangan pokok, fortifikasi diharapkan mampu mengatasi permasalahan gizi, seperti anemia, defisiensi nutrisi, dan stunting.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, menekankan pentingnya sinergi antara fortifikasi pangan dan penerapan pola makan B2SA untuk menciptakan masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif.
“Pemenuhan gizi tidak cukup hanya berfokus pada kuantitas makanan, tetapi juga kualitas. Fortifikasi pangan memberikan salah satu solusi dalam meningkatkan status gizi, terutama di kalangan rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan remaja,” jelas Arief dalam keterangannya di Jakarta, (18/10/2024).
Lebih lanjut Arief menjelaskan, fortifikasi pangan dilakukan oleh NFA pada produk beras. Program fortifikasi ini memiliki tujuan memperbaiki kualitas asupan harian tanpa mengubah pola konsumsi masyarakat yang cenderung mengonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok.
“Salah satu contohnya adalah beras fortifikasi yang diperkaya dengan zat gizi mikro seperti vitamin A, B1, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc yang sangat relevan untuk mendukung pertumbuhan anak dan mencegah kekurangan gizi,” tambah Arief.
Melalui Direktorat Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan, NFA telah menyusun Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kernel beras fortifikan dan akan melanjutkan dengan penyusunan SNI beras fortifikasi. Ini akan menjadi acuan, baik untuk produksi sukarela maupun program bantuan pangan yang diberikan oleh pemerintah.
Masih dalam rangkaian peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS), NFA bersama Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) memecahkan Rekor MURI dengan mengajak sebanyak 1000 pelajar Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Kabupaten Jember, mengikuti kegiatan Sarazi B2SA (Sarapan Bergizi Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman) secara daring dan luring di Gedung Auditorium Universitas Jember (Unej), Kamis (17/10/2024). Sebanyak 600 siswa di antaranya hadir langsung ke Auditorium Unej. Sementara, sisanya Sarazi B2SA bersama di sekolahnya masing-masing dalam waktu bersamaan.
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal dalam sambutan pada kegiatan Sarazi B2SA di Unej kemarin membeberkan, 75 persen remaja, khususnya perempuan, di Indonesia mengidap anemia. Hal tersebut tentu disayangkan, karena perempuan adalah calon ibu yang akan melahirkan generasi selanjutnya. Salah satu cara mengatasi anemia adalah melakukan fortifikasi pangan dan menerapkan pola konsumsi B2SA.
“Kalau mereka saja mengalami anemia, bagaimana dengan anak-anaknya nanti? Pada akhirnya fortifikasi pangan dan pola konsumsi B2SA menjadi penting sebagai solusi,” ungkap Rinna.
Dalam kesempatan yang sama, Rinna juga mengajak guru dan siswa yang hadir untuk mempopulerkan istilah B2SA sebagai panduan dalam mengonsumsi makanan yang menggantikan konsep makan 4 sehat dan 5 sempurna. “Istilah B2SA tersebut menyempurnakan istilah sebelumnya, yakni Empat Sehat Lima Sempurna. Kami berusaha untuk mensosialisasikan beras fortifikasi yang kaya gizi agar dikonsumsi oleh masyarakat secara luas,” ujarnya.
Rektor Unej, Iwan Taruna mengatakan, Sarazi B2SA tidak hanya sebatas sarapan bersama. Melainkan wujud nyata dalam membantu ikut meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia. Dia menjelaskan, beras fortifikasi yang dijadikan Sarazi B2SA dinilai sebagai bentuk inovasi yang penting dalam mendukung program kesehatan dan gizi nasional.
“Agar lebih monumental, kami juga melakukan pemecahan rekor MURI. Dengan begitu dapat menginspirasi, sehingga lebih banyak pihak yang peduli dan familiar dengan bahan pangan fortifikasi sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat.,” tuturnya.