JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus menggenjot upaya stabilisasi harga telur ayam sehingga dapat turun dan kembali ke harga kesetimbangannya. Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat turun langsung memantau harga telur ayam di Pasar Palmerah, Jakarta, Selasa (30/08/2022), mengatakan, kenaikan harga telur saat ini tidak bisa dilepaskan dari mekanisme pasar dalam menemukan kembali harga kesetimbangannya.
“Di mana ada faktor biaya produksi seperti yang disampaikan Presiden, ada kenaikan variable cost-nya sehingga harga menyesuaikan,” ujarnya.
Namun demikian, Arief mengatakan, apabila angka ini bertahan di Rp30.000 sampai seminggu ini, NFA bersama sejumlah stakeholder akan turun melakukan operasi pasar. “Apabila minggu ini harga tidak bergerak turun kita akan lakukan intervensi melalui operasi pasar. Diharapkan bisa turun bahkan lebih cepat dari targetnya Presiden,” ucapnya.
Ia menjelaskan, sebagai lembaga yang ditugaskan untuk mengkonsolidasi para stakeholder pangan, NFA telah mengumpulkan seluruh asosiasi peternak ayam petelur, pedagang telur ayam, peternak ayam boiler, produsen jagung, serta perwakilan pemerintah daerah sentra produksi jagung dan unggas, kementerian lembaga terkait seperti Kementan dan Kemendag guna membahas dan merumuskan komposisi pembentukan harga yang benar.
“Misalnya harga acuan untuk pembelian berapa, harga acuan untuk penjualan berapa. Ini sebenarnya kita sudah sepakati bersama. Kami kemarin sudah bertemu juga dengan teman-teman asosiasi untuk peternak layer, menyampaikan bahwa seharusnya harga telur tidak lebih dari Rp30.000. Hari ini sudah mulai turun, sebelumnya Rp32.000. Dalam waktu 1-2 hari ini akan sekitar 30.000,” ujar Arief.
Arief kemudian mengungkapkan sejumlah faktor penyebab kenaikan harga telur ayam belakangan ini. “Untuk mengatasi suatu permasalahan sangat penting mengetahui penyebab utamanya. Begitu juga dalam permasalahan kenaikan harga telur ayam ini. Jangan sampai mitigasinya keliru sehingga diberikan obat dan dosis yang salah,” ujarnya.
Menurut Arief, ada beberapa faktor yang mendorong kenaikan harga telur ayam, pertama adalah kenaikan harga pakan. Dalam pembentukan harga pakan, ketersediaan dan stabilitas harga komoditas jagung sangat berpengaruh.
“Proses bisnis telur dimulai dari ketersediaan dan stabilitas harga pakan dengan bahan baku utama jagung. Sebenarnya NFA sudah memfasilitasi secara end to end. Salah satunya menjaga ketersediaan dan stabilitas harga jagung sebagai bahan baku pakan ayam. Saat harga jagung di atas Rp5.500, kami fasilitasi pendistribusiannya dari sentra-sentra produksi jagung sebagai pakan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, NFA telah memfasilitasi mobilisasi jagung mulai dari Sumbawa dan Dompu, Nusa Tenggara Barat, ke pulau Jawa dan provinsi lainnya. “Karena di sana over supply, sementara di beberapa lokasi defisit. Sehingga tugas kita adalah memindahkan stok jagung dari yang surplus ke defisit. Intinya tidak ada alasan dari jagungnya. Kemudian ada komponen pakan impor. Jadi Pakan impor ini yang tidak bisa kita kendalikan. Ini harus disiapkan juga oleh lokal produksinya,” papar Arief.
Faktor penyebab lainnya adalah distribusi. “Kita liat distribusi hari ini ada peningkatan biaya. yang sangat berefek di teman-teman pedagang atau distributor. Kalau kita liat, setelah berkeliling menemui teman-teman peternak. Telur ini sebenernya angka yang wajar antara Rp27.000 sampai Rp29.000, itu angka yang wajar hari ini. Tidak mungkin lagi dikembalikan ke harga Rp22.000 seperti tahun lalu. Turun tetapi wajar, jangan kembali ke Rp22.000 kasian peternak layernya, karena hari ini ada kesetimbangan baru yang disebabkan kenaikan variable cost pembentuk harga pokok produksi tersebut,” ungkap Arief.
Arief menegaskan, visi NFA adalah mewujudkan peternak dan petani sejahtera, pedagang untung, dan masyarakat tersenyum. “Itu komposisi yang ideal. NFA sangat berkepentingan mewujudkan hal tersebut. Maka dari itu, Presiden meminta NFA mengkonsolidasikan kementerian, lembaga, dan asosiasi-asosiasi di bidang pangan agar terwujud kesetimbangan,” ujarnya.
Untuk itu, Arief meminta Dinas Urusan Pangan di tiap daerah memiliki neraca pangannya masing-masing. “Setiap Dinas Urusan Pangan Daerah harus punya neraca pangan masing-masing. Komoditas yang didata tidak cuma telur ayam, tetapi juga ada beras, daging, dan komoditas lainnya. Seperti di NFA kita punya neraca pangan, sehingga dapat dihitung satu tahun kita perlu berapa ton, kemudian dibagi tiap bulan berapa, sehingga ketersediaan pangan dapat dihitung dan diukur secara detail,” pungkasnya.
Sementara itu, di kesempatan yang sama, Eko pedagang telur ayam di Pasar Palmerah, Jakarta, mengatakan, per hari ini ia masih menjual terlur dengan harga Rp31.000 per kg. Adapun sebelumnya ia biasa menjual telur di kisaran harga Rp26.000 sampai dengan Rp28.000 per kg.
Eko mengaku, kenaikan harga telur mulai dirasakan per 19 Agustus lalu. Ia berharap harga telur akan kembali turun namun secara perlahan agar stok telur ayam sebelumnya yang telah dibeli dengan harga lama bisa terjual di harga yang tidak terlalu jatuh. Penurunan harga telur juga diharapkannya dapat kembali meningkatkan penjualan.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo saat melakukan kunjungan ke pasar tradisional di Bandung, Minggu (28/08/2022) mengatakan, kenaikan telur disebabkan salah satunya oleh kenaikan pakan ternak, Menurutnya, hal ini merupakan fluktuasi biasa sehingga dalam dua minggu harga akan kembali stabil.