Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengajak seluruh stakeholder pangan untuk dapat bahu membahu meningkatkan produksi pangan dalam negeri dan jaga kesejahteraan petani. Arief menggagas tatkala performa produksi pangan dan pendapatan petani dalam negeri telah ciamik, tentunya ketersediaan stok dapat stabil di hilir dan program intervensi pemerintah ke masyarakat bisa berjalan optimal. Harga pangan akan seimbang dan wajar di setiap lini rantai pasok.
“Petani adalah pahlawan pangan. Mereka berada di garis terdepan dalam menyediakan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan petani adalah kunci dari ketahanan pangan nasional. Jika petani kita sejahtera, maka produksi pangan akan meningkat. Karena itu, kita semua harus mendukung upaya-upaya peningkatan produksi yang tengah dilakukan oleh kementerian teknis, dan tentunya didukung oleh BUMN yang berfokus pada sektor pangan seperti Bulog, ID FOOD dan Pupuk Indonesia,” ujar Arief dalam keterangan tertulis pada Sabtu (28/9/2024).
Menurut Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, untuk membangun ekosistem pangan yang kuat, harus melihat secara holistik dari hulu hingga hilir. Upaya peningkatan produksi di hulu berkaitan erat dengan dinamika penyerapan dan harga di hilir. Sinergi dan keterhubungan tersebut yang dibangun pemerintah selama ini.
“Harga beras di tingkat produsen misalnya, itu dipengaruhi oleh harga gabah di tingkat petani. Karena itu, dalam menaikkan HPP gabah yang sebelumnya Rp.4250 per kg, kemudian naik menjadi Rp.5.000 per kg, dan terakhir naik Rp.6.000 per kg , itu dikeluarkan setelah mempertimbangkan biaya pokok produksi yang dibahas bersama stakeholder pangan, termasuk petani. Karena itu, kebijakan tersebut lahir dari kondisi faktual di lapangan. Nah di hilirnya, penyerapan produksi petani dalam negeri ini juga terus kita dorong dengan mengoptimalkan peran BUMN pangan sebagai offtaker,” terang Arief.
Lebih lanjut, Arief kemukakan salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan petani bisa dengan melihat pergerakan Nilai Tukar Petani (NTP). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari tahun ke tahun NTP mengalami kenaikan. Pada 2019, NTP tahunan berada di angka 100,90. Kemudian 2020, NTP tahunan menjadi 101,65. Tahun 2021 terus naik menjadi 104,64. Selanjutnya tahun 2022 di 107,33 dan terakhir NTP secara tahunan di 2023 berada di 112,46. Selama kurun waktu 4 tahun, NTP telah meningkat hingga 11,45 persen.
Sementara tahun 2024 NTP juga mengalami kenaikan. Pada bulan Agustus 2024, NTP sebesar 119,85 atau naik 0,20 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,08 persen. Sementara khusus untuk untuk Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP), pemerintah dapat terus menjaga indeks NTPP di atas di 100. Pada Agustus 2024 NTPP sebesar 110 persen.
Inflasi pun menunjukkan angka yang terjaga sesuai target pemerintah di 2,5 persen plus minus 1. Laporan BPS menyebutkan angka inflasi pada Agustus 2024 sebesar 2,12 persen (year on year). Angka ini relatif stabil dan turun dari inflasi di bulan sebelumnya sebesar 2,13 persen. Sementara secara bulanan (month to month), mengalami deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03 persen.
Ketua Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengungkapkan bahwa kesejahteraan petani harus menjadi fokus utama untuk mendorong peningkatan produksi. Ia juga mengapresiasi upaya Badan Pangan Nasional turut memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan petani yang ditandai dengan peningkatan nilai tukar petani.
“Kalau dilihat saat ini NTP yang tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Kebijakan HPP cukup efektif dalam menopang NTP selama ini. Harapan kami, saya mengimbau bagaimana mempertahankannya. Kalau itu bisa kita lakukan, petani tersenyum, petani happy, kalau petani happy, mereka pasti akan berusaha dengan keras untuk meningkatkan produksi,” ungkapnya.
Dwi Andreas yang juga Guru Besar IPB pun menyebut jika nilai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terbilang cukup efektif untuk menaikkan usaha tani karena pelaku usaha juga mengacu pada HPP ini. “Kami ucapkan terima kasih Badan Pangan Nasional yang selama dua tahun ini HPP meningkat mendekati biaya produksi,” tegasnya.
Lebih lanjut Arief mengungkapkan, setelah berbagai upaya dalam menjaga kepentingan petani tersebut, harus ada pula program intervensi yang menyentuh masyarakat sebagai konsumen.
“Kita telah cetuskan bantuan pangan beras secara masif sebagai tambalan ekonomi masyarakat berpendapatan rendah. Ada pula Gerakan Pangan Murah (GPM) berupa operasi pasar murah di berbagai titik. Melalui Bulog pula, kita gelontorkan pasar dengan beras SPHP yang harganya dibawah rerata pasar namun kualitas terjamin,” pungkas Arief.
Untuk program bantuan pangan, di 2023 bantuan pangan beras telah disalurkan untuk alokasi 7 bulan dan di 2024 bantuan pangan beras dialokasikan untuk alokasi selama 9 bulan. Sementara bantuan pangan penanganan stunting di 2023 dan 2024 disalurkan masing-masing sebanyak 6 bulan alokasi
Sementara jumlah GPM di tahun 2024 semakin mengalami eskalasi yang signifikan. Dari Januari sampai minggu ketiga September ini telah terlaksana 7.281 kali di 37 provinsi. Capaian GPM di 2024 ini telah jauh melebihi capaian di tahun sebelumnya yang sampai 1.626 kali di 36 provinsi. Sementara realisasi beras penyaluran program SPHP di 2023 mencapai 1,196 juta ton atau 110,30 persen. Sementara realisasi di 2024 per 22 September telah berada di 1,110 juta ton atau 92,57 persen dari target 1,2 juta ton.