Indonesia menaruh perhatian serius terhadap penanganan food loss and waste mengingat hal ini menjadi isu global dan tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan, tapi juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan hidup. Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam Leadership Dialog pada forum United Nation Food Systems Summit (UNFSS) +2 Stocktacking Moment di Roma, Italia, Rabu (26/07/2023) waktu setempat.
“Sangat penting bagi setiap negara untuk mencegah dan mengurangi food loss and waste. Sekitar 14 % dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss) dan 17 % pangan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste). Karena itu kita memerlukan kolaborasi global dalam upaya menekan food loss and waste mengingat dampaknya terhadap ketahanan pangan dan gizi,” ungkapnya.
Arief menjelaskan berdasarkan mata rantai produksi pangan, poin terbesar yang berpengaruh dalam food loss and waste terjadi pada tahap konsumsi. Hal ini menjadi acuan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemerintah dalam menangani food loss and waste secara efektif. “Dalam menghadapi isu food loss and waste, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan, antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan support system, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan food loss and waste, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Arief memaparkan sejumlah strategi mencegah food loss and waste antara lain dengan membuat platform dan berkolaborasi lintas sektor yang melibatkan tiga kelompok pelaku.
“Kelompok pertama adalah penyedia makanan/donator yang meliputi restoran, hotel dan retail dan penjual makanan lainnya. Kelompok kedua adalah organisasi sosial yang menjadi food hub yang bertugas dalam menghubungkan penyedia/donor makanan dengan kelompok penerima, seperti FoodBank of Indonesia, Yayasan Surplus, Badan Amil Zakat Nasional, dan lain-lain. Kelompok terakhir adalah kelompok penerima manfaat yang tengah menghadapi masalah kekurangan pangan di antaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan,” ungkapnya.
“Pemerintah Indonesia juga menyediakan dan memfasilitasi kendaraan logistik pangan untuk pendistribusian pangan berlebih dari pendonor ke penerima manfaat. Tidak kurang dari 27 ton pangan berlebih telah didistribusikan kepada kelompok penerima manfaat di Jakarta sepanjang Desember 2022-Februari 2023. Ini tentunya akan kita perluas ke berbagai wilayah sehingga gerakan ini terus bergulir dan berdampak positif pada ketahanan pangan kita,” ujar Arief.
Selain itu, pemerintah melalui NFA juga mendorong gerakan nasional yang disebut “Stop Boros Pangan/Stop Food Waste” untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang food loss and waste. Harapannya dengan mempromosikan kampanye ini, sosialisasi dan iklan kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi pemborosan makanan, baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar mewaspadai ancaman krisis pangan salah satunya dengan menekan food loss and waste.
Adapun berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada kurun waktu tahun 2000-2019, Indonesia menghasilkan 23-48 juta ton sampah makanan per tahun. Jumlah sampah makanan tersebut sepatutnya dapat menghidupi 61-125 juta orang atau sama dengan 29-47 % populasi rakyat Indonesia. Sedangkan secara ekonomi, food loss and waste telah mengakibatkan kerugian sekitar Rp 551 triliun atau setara dengan USD 36,6 milliar.
“Dengan estimasi kerugian yang ditimbulkan dari adanya sampah pangan tersebut, tentunya harus kita cegah dengan memanfaatkan pangan yang berpotensi terbuang melalui gerakan stop boros pangan. Gerakan ini harus menjadi gerakan kita bersama dari seluruh lapisan masyarakat. Terlebih lagi FAO telah mengingatkan bahwa saat ini kita menghadapi ancaman krisis pangan global,” ujarnya.