Dorong Penguatan Stok Pangan Nasional, NFA Dalami Proses Bisnis End to End Pangan Brasil

SAO PAULO, BRASIL – Penguatan sektor pangan melalui stabilitas stok yang terjaga menjadi keharusan untuk menghadapi dinamika dan persaingan pangan global. Untuk itu, langkah-langkah pengembangan sektor pangan nasional haru terus didorong baik melalui pembelajaran atau benchmarking lintas negara, maupun melalui penguatan kerja sama dengan negara yang dianggap memiliki keunggulan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi usai diskusi di kantor Enerfo dan mengunjungi retail modern di Sao Paulo, Brasil, Rabu (18/05/2023) waktu setempat. Menurutnya, kondisi produksi, pasokan, dan harga pangan yang fluktuatif menjadi isu utama yang harus mampu dimitigasi secara berkelanjutan. Untuk menjawab hal tersebut pihaknya mendorong sektor pangan nasional terbuka terhadap perkembangan serta kemajuan pangan global.

“Bagaimana saat ini pangan sudah dikelola melalui sistem dan teknologi yang semakin maju, sehingga produksi, stok, dan kepastian harganya bisa dijaga dengan begitu presisi. Itu yang harus terus kita pelajari dan mulai ditingkatkan penerapannya di dalam negeri,” ujarnya.

Arief menuturkan, untuk menuju ke sana benchmark dan kerja sama lintas negara menjadi hal yang penting. Salah satu negara yang memiliki pengelolaan pangan yang baik adalah Brasil, selain itu karakteristik Brasil juga mirip dengan Indonesia, sama-sama berada di zona ekuator, memiliki wilayah yang luas dan beragam.

“Sebagai negara besar dengan basis agroindustri, Brasil menjadi salah satu negara yang menarik untuk dipelajari, khususnya dari sisi bagaimana menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. Bagaimana proses bisnis dan manajemen stok pangan di negara tersebut dijalankan, agar semua produk pangan utamanya yang memiliki umur simpan pendek dapat tersedia sepanjang waktu,” terangnya.

Terkait pengelolaan pangan di negara tersebut, Arief berpendapat, apa yang dilakukan Brasil dalam menjaga stok pangan nasionalnya tidak terlepas dari peningkatan produksi pangan di dalam negeri. Maka dari itu, penguatan industri pangan berbasis produksi pangan dalam negeri yang kuat menjadi keniscayaan dalam rangka mengurangi ketergantungan impor. 

“Kita harus secara paralel mulai mengurangi ketergantungan impor dengan meningkatkan produksi pangan di dalam negeri. Banyak hal yang dapat dipelajari seperti bagaimana Brasil berhasil mengelola produksi Tebu sampai dengan Raw Sugar serta mengembangkan industri daging sapi atau live cattle.” ujarnya. 

Selain itu, menurutnya, upaya mempelajari dan membangun kerja sama dengan negara lain ini menjadi salah satu bentuk antisipasi menghadapi ancaman krisis pangan global. “Jadi arahan Bapak Presiden agar krisis pangan jangan sampai terjadi. Beberapa komoditas pangan strategis memang masih dipenuhi dari luar dikarenakan produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan nasional. Karena itu, selain meningkatkan produksi pangan dalam negeri, kita juga harus tetap menjaga kerja sama dengan negara lain untuk memastikan kecukupan pangan kita.” ujar Arief.

Dalam salah satu sesi pertemuan, CEO Enerfo Grup Chandy Kusuma menyampaikan, bahwa pengembangan model komoditas yang terintegratif end to end dari hulu hingga hilir salah satu kunci untuk menjaga stabilitas ketersediaan dan stok pangan. “Pengembangan model usaha untuk komoditas tebu, kedelai dan jagung di Brasil dapat dijadikan model untuk diadaptasi di Indonesia dengan menyesuaikan budaya dan kebiasaan yang ada. Upaya ini perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi komoditas pertanian sehingga meningkatkan daya saing di dalam negeri,” ujarnya.

Adapun penggerak perekonomian Brasil masih berasal dari pertanian dan peternakan dengan nilai perdagangan lebih dari 140 miliar USD di tahun 2022, atau sekitar 38% dari total GDP nasional. Di mana, salah satu komoditas agroindustri unggulan di Brasil adalah tebu. Produksi tebu di Brasil diprioritaskan untuk menghasilkan gula dan etanol dengan proporsi 43:57. Hal ini salah satunya didorong oleh kebijakan penggunaan etanol sebagai campuran bensin dengan proporsi mencapai 27%. Kebijakan pencampuran ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan impor bensin Brasil.

“Untuk komoditas tebu misalnya, tingginya produktivitas tebu Brasil membuat negara tersebut mantap melakukan diversifikasi produk turunan tebu, selain sebagai sumber pangan, tebu juga dioptimalkan menjadi etanol. Tentunya ini menjadi hal lain yang bisa kita pelajari dalam rangka memperkuat industri berbasis tebu di dalam negeri,” pungkas Arief di tengah lawatannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *