Tata kelola pelayanan publik untuk masyarakat yang merupakan tugas pemerintah, harus nihil maladministrasi. Tugas pelayanan publik yang diemban Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), salah satunya dalam hal jaminan ketersediaan dan stabilisasi harga pangan pokok. Untuk pencegahan maladministrasi tersebut, NFA berkolaborasi dengan Ombudsman RI agar dapat membuahkan rekomendasi perbaikan dan penyempurnaan.
“Kita merasa terhormat karena menjadi salah satu lembaga yang selalu didampingi oleh Ombudsman. Tolong mana saja yang perlu diperbaiki, beri tahu kami. Sepanjang itu buat negara, harus mau dikoreksi. Tolong beri kami rekomendasi perbaikan,” tutur Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam rapat di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (26/1/2024).
“Di Badan Pangan Nasional, kami memang terus mencari bentuk, perlu terus ada yang disempurnakan. Kami selalu siap menyambut Ombudsman, ini kita sama-sama mau memperbaiki pangan nasional, jadi sapunya mesti bersih. Apalagi pelayanan publik di Badan Pangan Nasional menyangkut stabilitas pangan pokok masyarakat, jadi harus benar-benar baik,” sambungnya.
Dalam rapat itu, Arief menjelaskan berbagai program pangan yang telah dijalankan NFA selama ini. Secara garis besar, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta bantuan pangan yang menjadi sorotan hari ini.
“Program SPHP ditetapkan biasanya di awal tahun. Tahun ini targetnya SPHP beras di 1,2 juta ton ke semua provinsi. Verifikasi penyalurannya ke kios atau toko, itu kita lakukan bersama dinas pemerintah daerah. Jadi supaya ada check and balance,” jelas Arief.
“Beberapa waktu yang lalu, ada beras SPHP yang diberi gambar pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu. Itu tentu saja tidak mungkin yang mengerjakan adalah Badan Pangan Nasional atau Bulog, karena kami kan bagian dari negara dan hanya fokus kerja keras menyiapkan dan mengatasi pangan yang defisit,” tegasnya
“Lalu bantuan pangan beras, ini tidak hanya di 2023 tapi kita lanjutkan di 2024. Ini bukan karena politik, ini memang kebutuhan bagi 22 juta masyarakat yang membutuhkan bantalan ekonomi. Bapak Presiden kan ingin beri banyak bantuan ke rakyat, ada yang dalam bentuk tunai, ada yang dalam bentuk beras, nah untuk bantuan pangan beras itu Badan Pangan Nasional yang kerjakan,” tandasnya.
“Data penerima bantuan pangan beras juga bukan dari Badan Pangan Nasional, tapi dari Kemenko PMK. Kami yang menugaskan Bulog dan memastikan semua berjalan sesuai target. Ini salah satu challenge bahwa beras Bulog yang diserap dari petani atau luar negeri, itu dahulu sulit keluar tersalurkan, karena dahulu memang tidak ada program pemerintah sebagai clearance-nya. Tapi tentunya hari ini sudah jauh lebih baik,” ungkap Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Selain bantuan pangan beras, NFA juga menyalurkan bantuan pangan penanganan stunting. Bantuan berupa paket telur dan daging ayam dijalankan oleh ID FOOD dengan sasaran penerima hingga 1,4 juta keluarga. Arief turut menjelaskan tentang importasi pangan yang perlu dilaksanakan demi menjaga stabilitas pangan dalam negeri.
“Saya janji ke semua orang, importasi yang dilakukan tidak mengganggu harga petani. Jadi kami itu ada di dua sisi, yang satu di hulu jaga harga petani, di hilir juga jaga harga di masyarakat. Bisa saja kalau tidak ada impor beras, hari ini mungkin saja tidak ada beras, bisa chaos. Semua bisa panik karena tidak ada beras,” urainya.
“Bapak Presiden Jokowi pernah bertanya kapan harga beras turun, saya jawab saat produksi kita naik. Untuk itu, kita telah siapkan Bulog untuk menyerap GKP dengan HPP Rp 5.000 per kg. kalau kita naikan HPP itu, dampaknya bisa sistemik. Petani pasti lebih senang tapi 270 juta orang yang di hilir akan terkena imbasnya. Apalagi kalau HPP atau HET dihilangkan, kita akan sulit karena selling is the limit,” pungkasnya.
Untuk diketahui, realisasi penyaluran SPHP beras pada 2023 mencapai 1,196 juta ton dari target yang ada di 1,085 juta ton atau 110,30 persen. Untuk 2024, secara nasional SPHP beras ditargetkan dapat mencapai 1,2 juta ton. Selama Januari-Maret ini, SPHP akan diupayakan sebanyak 200 ribu ton tiap bulannya.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam kesempatan yang sama menuturkan pihaknya sedang menyusun kuesioner systemic review terkait kebijakan pangan nasional. “Jadi intinya nanti ini ada kuesioner systemic review, tolong nanti bisa dijawab. Nanti setelah diperdalam, setelah kami mendapatkan jawaban terkait ini, nanti kita akan meeting lagi. Kalau seandainya nanti ada misalnya dari kami (ada) itu kajian, maka (akan) disampaikan nanti,” terang Yeka.