Badan Pangan Nasional dan BKKBN Jalin Kerja Sama Turunkan Stunting

  • Corporate

JAKARTA – Ketersediaan dan keterjangkauan pangan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi/rendahnya angka stunting di suatu wilayah. Untuk itu, mobilisasi komoditas pangan secara berkelanjutan dari wilayah surplus ke wilayah yang rentan rawan pangan diyakini dapat menekan angka kerawanan gizi dan stunting.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, saat melakukan kunjungan kerja ke Kantor Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Selasa (20/09/2022), di Jakarta. Ia mengatakan, NFA siap mendukung program percepatan penurunan stunting melalui sinergi antar lembaga dengan BKKBN.

Dukungan yang diberikan, ujar Arief, salah satunya melalui fasilitasi distribusi komoditas pangan sumber protein dari sentra produksi atau wilayah surplus ke wilayah yang rentan rawan pangan dan gizi. “Seperti diketahui, NFA telah rutin menjalankan program mobilisasi pangan sebagai bentuk intervensi menjaga stabilisasi stok dan harga di suatu wilayah. Tentunya program ini juga bisa dijalankan untuk mengurangi potensi kerawanan pangan dan gizi yang menjadi penyebab stunting,” ungkapnya.

Untuk memastikan program ini tepat sasaran, pihaknya akan melakukan sinkronisasi data peta kerawanan pangan dan gizi dengan BKKBN. “BKKBN memiliki peta kerawanan stunting yang lengkap sampai ke tingkat RT by name by address, NFA memiliki peta kerawanan pangan dan gizi, hal ini yang kita kolaborasikan sehingga pelaksanaan program tepat sasaran. Di tahap awal akan kita tentukan dulu lokasinya,” ujarnya.

Berdasarkan data kerawanan pangan dan gizi yang diolah dari BPS, Kementan, dan Kemenkes, saat ini masih terdapat 74 kab/kota di Indonesia yang berstatus rentan rawan pangan. “Indikatornya adalah neraca pangan wilayah yang defisit, presentase penduduk miskin tinggi, dan prevalensi balita stunting tinggi,” papar Arief.

Laporan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencatat, dari 34 provinsi di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki angka stunting tertinggi nasional sebesar 37,8 persen, disusul Sulawesi Barat 33,8 persen, dan Aceh 33,2 persen. Sementara tingkat stunting nasional berada di angka 24,4% atau 1 dari 4 anak balita Indonesia mengalami stunting.

Melihat urgensitas permasalahn ini, menurut Arief, upaya menekan angka stunting juga bisa dilakukan melalui pemanfaatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) untuk menjaga ketahanan pangan. “Pemanfaatan CPP juga bisa kita kerjasamakan dengan BKKBN, melalui kolaborasi penyediaan dan pemanafaatan database kependudukan dan kemiskinan dari BKKBN dalam mendukung proses penyaluran CPP,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan mobilisasi pangan dan pemanfaatan CPP, NFA akan melibatkan BUMN Pangan, Perum Bulog dan Holding Pangan ID FOOD. “Kolaborasi antar Kementerian dan Lembaga, serta pusat dan daerah dalam program ini menjadi sangat penting, mengingat penanganan stunting sudah menjadi program prioritas nasional,” ungkap Arief.

Disamping berbagai program percepatan yang akan terus didorong, guna menjaga kecukupan gizi, Arief mengajak masyarakat mengkonsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman atau B2SA. Mengingat, sesuai data prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU) masih terdapat 23,1 juta jiwa (8,49%) penduduk Indonesia yang mengkonsumsi kalori kurang dari standar minimum untuk hidup sehat aktif dan produktif. 

Demikian pula dari sisi kualitas konsumsi pangan, di mana skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2021 sebesar 87,2. “Skor pola pangan harapan kita tahun 2021 itu 87,2 padahal targetnya 91,6. Tapi kita punya 102,1 persen terhadap angka kecukupan energi. Jadi energinya cukup, artinya konsumsi kita masih disominasi karbo,” kata Arief.

Upaya menekan angka stunting ini, sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya pada 16 Agustus 2022 lalu di gedung DPR/MPR RI. Menurutnya, di bidang kesehatan, stunting harus cepat dipangkas. Layanan promotif dan preventif serta layanan pengobatan harus semakin kuat dan merata.

Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di kesempatan yang sama mengatakan, penurunan stunting saat ini menjadi salah satu kegiatan prioritas nasional, di mana hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Peraturan tersebut juga telah mengamanatkan BKKBN sebagai ketua pelaksanaan penurunan angka prevalensi stunting secara nasional, dengan target angka menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Hasto mengaku, siap berkolaborasi dengan NFA terutama dalam hal singkronisasi data kerawanan pangan dan stunting, aksi pendistribusian pangan dan program campaign lainnya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap stunting. Menurutnya, kolaborasi bersama NFA menjadi salah satu langkah strategis dalam rangkapercepatan penurunan stunting.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *