Komitmen Jaga Hulu Sampai Hilir, Waktunya Bulog Serap Produksi Dalam Negeri dan Salurkan Banpang Beras Mulai Agustus ini

Tren produksi beras dalam negeri yang sejak Juni 2024 diproyeksikan meningkat, perlu disikapi Perum Bulog dengan memastikan penyerapan hasil petani berjalan optimal. Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) pun telah memberi penugasan ke Bulog terkait tambahan target penyerapan beras produksi dalam negeri sampai akhir 2024 di angka 600 ribu ton.

Sebagaimana Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), diproyeksikan produksi beras sejak Juni sampai September 2024 terus bertumbuh. Estimasi produksi beras di Juni 2,06 juta ton dan meningkat pada bulan Juli menjadi 2,18 juta ton. Peningkatan secara signifikan terjadi pada estimasi produksi beras di Agustus dan September yang masing-masing dapat mencapai angka 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton. Angka ini sudah di atas kebutuhan konsumsi beras bulanan sebesar 2,55 juta ton. 

“Tugas dan fungsi Bulog itu menyerap gabah dari petani. Setelah itu, lakukan produksi dijadikan beras dan disimpan. Jadi fungsi serap dan produksi tadi, harus terus dikerjakan Bulog,” tutur Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat mengunjungi Sentra Penggilingan Padi (SPP) Bulog Karawang, Jawa Barat pada Rabu (7/8/2024).

“Hal lain yang perlu ditekankan bahwa kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dari Badan Pangan Nasional ke Bulog, itu berfungsi untuk jaring pengaman bagi sedulur petani. Jadi sebisa mungkin harga gabah tidak boleh sampai jatuh di bawah HPP itu. Bapak Presiden Joko Widodo pun selalu menekankan hal ini, agar petani tidak merugi, pedagang bisa untung, dan masyarakat senang saat berbelanja,” lanjutnya.

Pemerintah melalui NFA pada awal Juni resmi menetapkan pemberlakuan HPP gabah dan beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024. Melalui HPP tersebut, harga di tingkat petani senantiasa dapat terjaga.

BPS mencatat pada Juli 2024, rerata harga Gabah Kering Panen (GKP) kadar air 19,95 persen di tingkat petani berada di Rp 6.497 per kilogram (kg). Ini jauh lebih baik dibandingkan rerata harga GKP pada April 2024 yang sempat menyentuh Rp 5.686 per kg.

Secara nasional, total penyerapan produksi dalam negeri oleh Bulog sendiri per 3 Agustus telah mencapai 777 ribu ton. Lebih lanjut, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) secara konsisten mengimplementasikan berbagai program intervensi yang menyasar secara koherensi, mulai dari produsen sampai konsumen. Di hilir, salah satunya dengan melanjutkan program bantuan pangan (banpang) beras.

“Pemerintah tidak hanya fokus di hulu saja. Di hilir, program bantuan pangan beras telah digulirkan kembali. Program ini memang penting bagi 22 juta masyarakat berpendapatan rendah yang memerlukan dan pemerintah hadir untuk itu,” terang Arief.

“Bantuan beras 10 kilo per masing-masing keluarga penerima telah kembali pemerintah jalankan bersama Bulog di Agustus ini. Nanti Oktober dan Desember juga. Pemerintah sudah bantu meng-cover konsumsi keluarga berpendapatan rendah. Jadi selanjutnya akan bisa menekan inflasi beras itu sendiri. Tren itu telah kita lihat sejak tahun lalu,” tandasnya.

Selama tahun 2023, program banpang beras telah terlaksana selama 7 bulan. Program ini dinilai mampu jadi salah satu faktor penekan dan stabilisator inflasi. Kala itu, di September 2023, inflasi beras sempat sentuh hingga angka 5,63 persen. Namun setelah digelontorkan banpang beras, inflasi beras membaik menjadi 0,48 persen di Desember 2023.

Di 2024, inflasi beras tercatat pernah cukup tinggi pada Februari yang berada di 5,32 persen. Melalui penyaluran banpang beras serta berbagai stimulus bantuan sosial lainnya, inflasi beras kembali menurun dan bahkan mengalami deflasi pada April dan Mei. Terbaru, inflasi beras di Juli dicatat BPS berada di 0,94 persen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *