Keseriusan pemerintah bersama Perum Bulog menyerap produksi beras dalam negeri dilakukan dengan memastikan kegiatan hulu sampai hilir dapat berjalan optimal. Proses penyerapan stok di hulu perlu diiringi dengan penyaluran yang efektif di hilir, sehingga terwujud mekanisme yang seimbang dan saling berpadu.
Eksplanasi itu diuraikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi saat hadir dalam kunjungan kerja Komisi IV DPR RI ke Komplek Pergudangan Bulog Selang, Kebumen, Jawa Tengah pada Senin (1/7/2024).
“Ini yang jadi challenge kita. Bulog itu dahulu punya stok tapi sulit mengeluarkan. Saat Bulog melakukan penyerapan tapi tidak diberikan hilirnya, maka stok itu bertahan 4 tahun namun kualitasnya menurun. Untuk itu, saat saya menjadi Kepala Badan Pangan Nasional, salah satu yang saya ajukan ke Bapak Presiden Jokowi adalah bagaimana melakukan program intervensi pemerintah ke daerah rentan rawan pangan, masyarakat berpenghasilan rendah sampai bencana alam dengan beras dari Bulog,” urai Arief.
Menurutnya, Bulog juga diberi instrumen penyerapan beras dalam negeri untuk stok komersial. Tatkala stok beras komersial berlebih, sementara stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) perlu ada penguatan, maka konversi dapat dilakukan. Tentunya melalui mekanisme perizinan sampai Menteri Keuangan.
“Jadi sudah kita buat mekanismenya. Bulog saat ini, in out-nya terjaga, sehingga kualitas berasnya yang ada hari ini boleh dibilang baik. Tapi kalau kita sudah tahu secara pasti pengeluaran Bulog di tahun depan, misalnya di 2025 sudah pasti ada bantuan pangan beras, itu perlu 220 ribu ton tiap bulan, misal 10 bulan berarti perlu 2,2 juta ton. Lalu ada SPHP itu perlu sekitar 1,2 sampai 1,5 juta ton. Berarti yang harus diserap, totalnya adalah sekitar 3,7 juta ton. Itu adalah kapasitas gudang bulog hari ini,” bebernya.
“Untuk bantuan pangan beras, kita tidak berharap jumlah penerimanya naik terus, harusnya bisa turun. Ini karena tidak boleh juga diberi bantuan terus-menerus, tapi tidak diberikan kailnya. Namun untuk saudara kita yang sudah jompo, sudah tidak produktif, itu masih sangat diperlukan,” lanjutnya.
Dikaitkan dengan rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan pada Maret 2024 jumlah penduduk miskin ada 9,03 juta orang, sementara pada Maret 2023 ada 9,36 juta ton. Dilihat secara dekade, jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 3,06 juta orang atau turun sekitar 2,22 persen dengan rata-rata berkurangnya jumlah penduduk miskin sekitar 300 ribu orang per tahun.
“Terkait produksi beras, instruksinya Bapak Presiden sudah jelas, agar terus meningkatkan produksi dalam negeri. Manakala produksi setahun kita hanya berkisar 31 juta ton, sementara kebutuhan 30,5 juta, jadi hanya 0,5 juta ton saja selisihnya. Mohon maaf keputusan yang berat dan pahit tapi harus dilakukan adalah melakukan importasi. Kalau tidak begitu, sangat bahaya karena musim panen itu ada di semester pertama. Begitu semester kedua, produksi kita pasti jadi lebih rendah,” kata Arief.
“Kita harus bisa seperti negara lain, seperti Vietnam yang kebutuhan setahun 21 juta ton, produksinya bisa 26 sampai 27 juta ton, sehingga surplusnya bisa jadi cadangan pangan dan di ekspor. Untuk itu, program seperti pompanisasi itu memang diperlukan, tapi tinggal penentuan lokasi titik airnya dibuat lebih dekat dengan sumber air,” imbuhnya.
Terakhir, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa Bulog memerlukan penambahan dryer (pengering) agar gabah hasil panen petani dapat segera dilakukan pengeringan. Dengan kian meningkatnya jumlah dan kapasitas dryer, petani bisa lebih cepat mengirim Gabah Kering Panen (GKP) hasil panennya ke Bulog dengan harga yang baik.
Saat ini Bulog telah mendirikan 10 Sentra Penggilingan Padi (SPP) di Subang, Sragen, Kendal, Karawang, Lampung, Bojonegoro, Jember, Banyuwangi, dan Sumbawa. SPP ditunjang dengan teknologi berupa dryer dengan kapasitas 120 ton per hari, milling dengan kapasitas 6 ton per jam, dan silo yang dapat menampung 6 ribu ton GKG.
Pada kunjungan bersama para anggota Komisi IV DPR RI hari ini turut dihadiri oleh Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Ali Jamil, Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska, kelompok tani setempat, beserta mitra kerja Komisi IV DPR RI lainnya.