Peningkatan produksi pangan menjadi salah satu aspek penting dalam menghadirkan ketahanan yang pangan berkelanjutan. Untuk mewujudkan hal tersebut, input sarana dan prasarana produksi menjadi faktor strategis bagi peningkatan produktivitas.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, input produksi seperti pupuk, benih, obat-obatan, kualitas lahan, pengairan, tenaga kerja, alat mesin pertanian, hingga dukungan penyuluhan memiliki peran yang sangat terkait dengan tingkat produksi yang diharapkan. Arief menekan hal itu dalam Seminar Nasional Hasil Riset “Penguatan Faktor Input Pertanian dan Reformasi Tata Niaga Pupuk untuk Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Usaha Pertanian” yang diselenggarakan oleh Nagara Institute pada Selasa (20/2/2024) di Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Arief memaparkan bahwa salah satu kunci utama bagi peningkatan produksi pangan antara lain pendetailan target produktivitas pertanian, pemanfaatan asuransi pertanian, pendetailan 26.000 Outlet Pupuk, pelaksanaan di lapangan oleh Pemerintah Daerah, pemberian reward bagi Kepala Daerah, penerapan penanggung jawab wilayah dan gerakan penyuluh pertanian, hingga optimalisasi peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).
Terkait dengan pengembangan 26.000 Outlet Pupuk, Arief mengungkapkan penggunaan sistem digitalisasi akan memberikan kemudahan, sehingga bisa diketahui berapa stoknya di masing-masing outlet. Sementara ke depannya proporsi pupuk komersial akan dibesarkan dibandingkan dengan pupuk subsidi, mengingat Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) sudah semakin membaik.
“Kalau harga gabahnya itu baik, pupuk komersial akan lebih dibesarkan porsinya. Subsidi bisa subsidi in atau subsidi out, mana nanti kita biasa pilih. Tetapi ini sekarang sedang diupayakan bahwa pupuk itu komersial,” jelasnya.
Arief mengungkapkan selaras dengan upaya penguatan produksi pangan di sisi hulu, kesinambungannya akan ditentukan oleh optimalisasi peran dan fungsi BUMN pangan di sisi hilir, sehingga terbangun model ekosistem pangan nasional yang mendukung program penguatan ketahanan pangan dan gizi untuk mewujudkan Generasi Emas 2045.
“Produksi pangan di hulu itu penting, dan kita semua memikirkan hilirisasi produknya. Namun nanti ke depan sudah ada semua yang off take berasnya, sayurnya, ayamnya, ini sudah ada yang off take. Positifnya, hilirnya sudah siap.” ujar Arief.
“Kementerian Pertanian berfokus pada produksi, sementara Badan Pangan Nasional bersama BUMN di bidang pangan menyiapkan storage. Jadi itu giat ekonominya nanti pertanian kita akan banyak nandur (tanam), otomatis pupuknya perlu, GPS (Grand Parent Stock), DOC (Day Old Chicken), susu sapi perah. Itu nanti giatnya akan luar biasa, tapi harus didetailkan satu per satu,” tambahnya.
Terkait dengan kebijakan importasi beras, Arief mengungkapkan kebijakan tersebut merupakan keputusan pahit yang harus dilakukan demi menjaga stok beras pemerintah tetap aman dan cukup.
“Jadi mudah-mudahan panen Maret-April mendatang berhasil. Jadi kalau mau negara ini baik, tanamnya harus di atas satu juta hektar, sehingga panen bisa di atas kebutuhan konsumsi beras nasional sebesar 2,5 juta ton per bulan,” tuturnya.
“Inilah waktunya kita semua memindahkan giat ekonomi yang ada di Thailand dan yang ada di Vietnam ke Indonesia. Sebisa mungkin kita harus kurangi impor, tingkatkan produksi dalam negeri,” tegas Arief dalam forum ini.
Adapun untuk menggenjot produksi, pemerintah memutuskan menambah subsidi pupuk sebesar 14 triliun rupiah atau setara dengan 2,5 juta ton pupuk. Menteri Pertanian Amran Sulaiman berharap dengan subsidi ini akan mendorong peningkatan produksi sesuai yang diharapkan.
“Bapak Presiden memberi arahan bahwa pupuk ditambah 14 triliun rupiah atau sekitar 2,5 juta ton, ini alhamdulillah kami sudah sampaikan kepada seluruh gubernur bupati se-Indonesia, ini kabar baik bagi petani kita.” ungkap Amran.