JAKARTA – Upaya memperkuat ekosistem pangan nasional harus dibarengi dengan langkah penguatan BUMN Pangan sebagai standby buyer atau off taker hasil produksi petani, peternak, dan nelayan. Keberadaan BUMN Pangan yang kuat dan gesit dalam penyerapan dan pendistribusian dapat memperkuat stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan konsumen.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, usai Rapat dengan Presiden RI membahas Integrasi BUMN Pangan, Senin, (6/2/2023), di Jakarta. Ia mengatakan, Presiden RI Joko Widodo meminta BUMN Pangan ditugaskan sebagai off taker hasil pertanian, peternakan, dan perikanan. Dengan penguatan peran BUMN Pangan sebagai off taker, maka tidak akan ada lagi harga jatuh di tingkat produsen, sehingga dapat mendorong para petani dan peternak untuk meningkatkan produksinya di hulu.
“Dalam rapat tersebut dibahas mengenai intergrasi BUMN di Bidang Pangan. Jadi bagaimana kita semua menyiapkan off taker. Bapak Presiden menyampaikan, kalau rakyat ini fokusnya produksi, maka BUMN bisa ditugaskan sebagai off taker,” ujar Arief.
Sejalan dengan arahan Presiden, Arief meyakini, kehadiran BUMN Pangan sebagai off taker di tengah masyarakat dapat memberikan jaminan harga dan kepastian penyerapan, maka petani dan peternak bisa fokus meningkatkan produktivitasnya. Kesinambungan proses tersebut memperkuat ekosistem pangan nasional secara berkelanjutan.
“Di sini keberadaan BUMN Pangan yang terintegrasi dan kuat sangat dibutuhkan,” jelas Arief.
Ia melanjutkan, untuk menyiapkan BUMN Pangan yang kuat dan terintegrasi tersebut tentunya diperlukan pendanaan yang harus dirumuskan bersama Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Selain itu, juga perlu dipastikan kesiapan infrastruktur pendukung.
“Dalam rapat juga dibahas mengenai aspek pendanaan BUMN Pangan sebagai off taker dan kesiapan infrastruktur. Untuk pendanaan secara umum ada dua, bisa bersumber dari APBN dan dana murah yang dikerjasamakan dengan Himbara. Ini perlu sinkronisasi dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia,” ungkapnya.
“Sedangkan untuk kesiapan infrastruktur ini juga terus kita dorong dan menjadi perhatian. Karena Pak Presiden menyampaikan, kalau di luar negeri sudah siap alat-alat penyimpanan, seperti cold room yang besar. Sehingga nanti untuk produk-produk yang bisa diperpanjang umur simpannya dalam kondisi beku atau dingin itu bisa dipakai,” terangnya.
Untuk tahapan selanjutnya, Arief menuturkan, dalam dua minggu kedepan Presiden minta dibuatkan penjelasan yang lebih detail. “Selain itu tentunya akan ada harmonisasi beberapa peraturan. Ada peraturan yang perlu disinkronisasi. Targetnya presiden dalam dua minggu kita akan kembali lagi dengan draf peraturan yang disiapkan,” tuturnya.
Arief mengatakan, saat ini terdapat 3 BUMN yang bergerak di bidang pangan, yaitu Perum Bulog, Holding Pangan ID Food, dan Holding Perkebunan PTPN III. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, NFA mendapatkan pendelegasian kewenangan untuk perumusan kebijakan penetapan besaran Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang akan dikelola BUMN di bidang pangan. Adapun penyelenggaraan CPP tersebut diatur lebih lanjut dalam Perpres No. 125 Tahun 2022, di dalam peraturan tersebut NFA dapat menugaskan BUMN di bidang pangan sebagai operator penyelenggara CPP.
“NFA mendapatkan pendelegasian kewenangan dari Kementerian BUMN untuk menugaskan Bulog dalam penyelenggaraan CPP. Pembagiannya, Bulog sebagai operator CPP untuk komoditas padi (beras), jagung, dan kedelai, sedangkan komoditas lainnya seperti cabai, bawang, daging ruminansia, daging ayam ras, telur ayam ras, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan ditugaskan kepada ID Food,” papar Arief.
Bulog dan ID Food sendiri memiliki pengalaman dan jam terbang yang tinggi dalam sektor pangan. Bulog memiliki fasilitas gudang dan infrastruktur dengan kapasitas 3,8 juta ton yang terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia, hal ini merupakan keunggulan kompetitif Bulog baik secara komersial maupun untuk penugasan pemerintah. ID Food juga didukung oleh fasilitas gudang yang tersar di seluruh Indonesia dengan total kapasitas 1,18 juta ton. Hal ini dapat menjadi pendukung kapasitas Bulog menjangkau masyarakat dan konsumen.
“Off taker hasi pertanian, peternakan, dan perikanan serta penyelenggaraan CPP memerlukan kesiapan BUMN Pangan yang kuat. Sumber daya logistik seperti pergudangan yang dimiliki Bulog dan ID Food menjadi modal yang bisa dioptimalkan secara terintegrasi untuk memudahkan penugasan kebijakan pangan pemerintah ” pungkasnya.