BOGOR – Di tengah santernya tuntutan atas penguatan semangat anti korupsi dan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan komitmennya untuk mengedepankan semangat anti korupsi dalam menjalankan tugas menjaga ketersediaan dan stabilitas pangan nasional.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, ketahanan pangan nasional harus dibangun di atas penyelenggaraan yang taat terhadap regulasi, transparan, dan akuntabel serta sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. “NFA sangat berkepentingan untuk ikut mendorong terselenggaranya berbagai upaya pencegahan korupsi, khususnya di sektor pangan yang sangat strategis karena mempengaruhi hajat hidup masyarakat luas. Dengan penyelenggaraan pangan yang bersih akan terbangun ketahanan yang kuat,” ujarnya pada Sosialisasi Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan NFA, Rabu, (14/09/2022), di Bogor.
Dalam menjalankan tugas menjaga ketersediaan dan stabilitas pangan nasional, Arief menegaskan, NFA siap bermitra dan menjalin kolaborasi yang kuat dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Dalam pembangunan budaya anti korupsi, NFA tidak dapat berjalan sendiri, diperlukan sinergi dan kolaborasi bersama seluruh stakeholders dari sektor pentahelix ABGCM (Academics, Business, Government, Community and Media), khususnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mitra kami,” ucapnya.
Arief meminta, agar seluruh insan NFA siap ditegur, berani menolak, dan saling mengingatkan dalam rangka menjadikan NFA Bebas Korupsi. “Seluruh pegawai harus menanamkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari. Ada 9 (Sembilan) nilai anti korupsi yang harus dimiliki yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Integritas menjadi fondasi yang harus dimiliki seluruh pegawai NFA, tanpa kecuali. Zero Tolerance for Integrity,” tegasnya.
Untuk menjaga semangat anti korupsi di lingkungan NFA, seluruh pegawai harus memiliki pemahaman dan semangat yang sama terkait upaya pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi. Seluruh pegawai dari level atas sampai bawah harus sepaham mengenai do and don’ts, batasan-batasan sebuah tindakan termasuk korupsi atau bukan.
“Untuk itu, saat ini NFA bersama KPK mengadakan sosialisasi pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi yang diikuti 200 lebih pegawai di lingkungan NFA, serta turut hadir secara virtual perwakilan dinas urusan pangan dari 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi,” ujarnya.
Arief mengatakan, langkah penguatan anti korupsi di tubuh NFA sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo agar seluruh instansi membangun sistem yang kuat untuk mencegah korupsi. “Arahan Presiden Joko Widodo terkait pencegahan korupsi sangat jelas agar kita semua membangun tata kelola pemerintahan yang baik, pembenahan regulasi, reformasi birokrasi, menyamakan visi dan langkah, serta mengedepankan keteladanan,” kata Arief.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron yang hadir sebagai pembicara mengatakan, KPK akan membersamai NFA dalam kerangka membangun sistem pangan yang berkepastian dan untuk mencapai tujuan NFA, yaitu menjamin ketersediaan baik dari pasokan, stabilitas harga, maupun kualitas pangan. “Tujuan mulia keberadaan NFA tersebut hanya akan efektif dan efisien tercapai kalau bebas korupsi,” ujarnya.
Ia mengatakan, sektor pangan merupakan salah satu sektor yang rawan, sehingga diperlukan komitmen yang kuat para pelakunya dalam menjaga integritas. “Oleh karena itu kami berharap keberadaan NFA yang merupakan lembaga baru, seumpama kertas putih mudah-mudahan dapat diukir dengan tinta emas, mewujudkan visi kedaulatan pangan dengan basis pelayanan pangan tanpa korupsi.” Pesannya.
Adapun berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2021 yang dilaksanakan KPK menunjukan integritas nasional berada di angka 72,4 persen. Sementara untuk Lembaga non-kementerian berada di 81,9 persen, dan untuk Kementerian di angka 80,3 persen. Survey tersebut juga menunjukan bahwa penyalahgunaan paling tinggi yang terjadi di level Kementerian adalah terkait penyalahgunaan fasilitas kantor, yaitu sebesar 54 persen, disusul nepotisme/korupsi dalam pengelolaan SDM (promosi/mutasi) 23 persen, dan suap/gratifikasi 48 persen.